"Adalah Gubuk reyot yang beratapkan tujuh lapis langit beralaskan tujuh lapis bumi; Adalah seorang pejalan, perlayan, dan perindu yang pendosa; I am a terrible person filled with bad characteristics; Adalah aku yang tiada, tanpa Aku; Adalah aku yang miskin, tanpa Aku; Adalah pembela Nabi Muhammad saw pecinta beliau saw dan merindukan perjumpaan dengan beliau saw "

Friday 15 March 2013

Satu Hari Menjelang 21 Tahun

Aku keluar dari diriku, didapati sampah yang menggunung serta bau busuk menyayat hidung. Aku berenang dalam lautan sampah tanpa sadar ternyata itu adalah suatu kehinaan yang berada di persimpangan jalan beberapa tahun silam terlalui dengan melanggar rambu-rambu lalu lintasnya. Aku bingung dengan diriku yang hampir 21 tahun aku meninggalkan Tuhanku, selama ini juga kerinduan tersamarkan dengan dalih kesibukan yang menyedot daya dan energi berhari-hari hilang dengan tingkat efisiensi yang rendah.


Kotak pandora telah terbentuk pada diri ini, aku takut bila kotak itu Tuhanku yang membukanya. Aku takut bila nanti dicap oeh Tuhanku sebagai pembuat rusak kesucian. Kelelahan dan kebingunanku yang mengelihkan air mata yang seolah-olah turun dari tempat terbentuknya tetapi kenyataan dibalik air mata itu tidak dipahami dengan jelas dengan pesan moral yang dibawanya.

Aku berjalan dengan ketakutan ditengah malam tanpa cahaya. Aku terampas oleh perampok yang bernama diriku. Perampok itu adalah penjahat yang paling kejam yang pernah aku temui. Dia tidak merampok harta benda yang aku miliki tetapi merampik jati diri yang aku miliki, merampok identititas aku yang ternyata juga menggantikan identitasnya dengan kehinaan dan sampah yang dibungkus dalam kotak pandora.

Dua puluh satu tahun merasakan udara di sudut tempat dari sebagian kecil ciptaan-Nya yang bernama bumi, aku kehiangan identitas bersamaan dengan aku meninggalkan teman sejatiku yang terdiam di atas meja belajarku. Dia kubiarkan usang dan berdebu di atas meja belajar yang saat ini mulai aku tinggalkan juga. Hampir saja aku mengeluarkan luluh air mata namun aku tahan untuk jangan keluar karena aku tidak mau terlihat cengeng ketika aku menulis. Teman sejati itu begitu pintar menasehatiku, dengan pesan-pesan dari Tuhan dia menasehatiku dengan lembut. Namun terkadang dia juga mengingatkanku dengan suara yang lantang akan siksa-sikasa yang dijelaskan kepadaku bila aku terus menimbun gunungan sampah yang terbungkus dalam kotak pandora. Dan aku baru sadar teman sejatiku itu adalah satu-satunya teman yang mengantarkan aku menuju Tuhanku.

Au juga terlupakan dengan malaikat kecilku yang bernama ibu. Beliau telah mendidik mengenalkan pertama kai kepada Tuhanku Mengajarkanku membaca huruf demi huruf dengan sabar namun juga khawatir dengan kenakalanku tidak bisa membaca yang kusebut sebagai teman sejatiku tadi. Begitu egoisnya diriku seakan dapat bertahan dalam kehidupan ini sendiri, sombong dan angkuhnya merampas kerendahan hati yang menjadi karakteristik dari aku.

Aku juga hampir lupa dengan pangeran bernama bapak. beliau dulu pernah cerita bahwa yang dengan sabar memandikanku yang nakal ini. Mengendongku dikala ibu sakit, mengajakku jalan-jalan keliling desa dengan sepeda ontelnya. Beliau juga menenangkanku ketika diriku dan kakak kedua berkelahi sampai hampir tiga bulan aku tidak bisa menapakkan kaki dibumi, ngesot.

Akan tetapi, aku tidak ingin terus tenggelam dalam kekosongan jati diri. Aku mendambakan identitasku yang sebenarnya. Aku merindukan mu,ibu, bapak, teman sejatiku( al quran). Aku merindukan Tuhanku.

No comments:

Post a Comment