"Adalah Gubuk reyot yang beratapkan tujuh lapis langit beralaskan tujuh lapis bumi; Adalah seorang pejalan, perlayan, dan perindu yang pendosa; I am a terrible person filled with bad characteristics; Adalah aku yang tiada, tanpa Aku; Adalah aku yang miskin, tanpa Aku; Adalah pembela Nabi Muhammad saw pecinta beliau saw dan merindukan perjumpaan dengan beliau saw "

Thursday 4 September 2014

Cobaan Tuhan: Apakah Masyarakat Jogja Istimewa?

Sosial Media atau sosmed menjadi suatu gaya hidup masyarakat luas, mulai dari golongan menengah kebawah sampai menengah keatas. Bahkan, kebebasan berekspresi sering diumbar di sosmed, dari hanya sekedar update status hingga curhat mengenai kehidupannya. Baru-baru ini masyarakat sosmed digegerkan oleh curhatan seorang penghuni sosmed yang berdampak negatif. Mengapa saya katakan berdampak nehatif? Bagaimana tidak, lha curhatan (sebut saja mbak flo) mengakibatkan reaksi dari masyarakat sosmed jogja geram dengan isi curhatannya ini. Disini saya tidak akan mengungkap curhatannya itu bagaimana, namun hanya mencoba mengambil pelajaran dari kejadian tersebut. Melalui sosmed mbak flo menjadi terkenal, dengan curhatannya dia dibully habis-habisan bahkan berlebihan (kalau katakku sih). Bahkan ada LSM yang melaporkannya ke Polda DIY, dengar-dengar mbak flo ini ditahan.
Tulisan saya ini, justru ingin mengkritisi reaksi masyarakat sosmed jogja. Menurut saya, sikap masyarakat sosmed jogja tidak elegan dan dengan berani saya katakan tidak Istemewa (sebagaimana label kotanya). Yah, saya melihat ini sebagai suatu cobaan dari Tuhan untuk menguji, seIstimewa apa sih masyarakat jogja. Ketika Tuhan menggerakkan seorang hambanya untuk menyerobot antrian dan bla bla bla akhrinya sampai pada kasus saat ini. Kemudian ujian itu berlaku untuk menguji hambanya yang lain (baca: masyarakat jogja yang istimewa ini) yang cerdas dan berbudaya. Apakah benar masyarakat jogja itu istimewa, cerdas, dan berbudaya? Untuk menjawab itu kita dapat minjau dari kejadian mbak flo ini. Saya menilai justru bully terhadap mbak flo merebak, bahkan seolah mewabah bagaikan virus, berbagai caci maki dan umpatan tertuju kepada mbak flo. Sampai-sampai seolah masyarakat sosmed latah dan melu-melu mengcaci mbak flo, dengan tidak memikirkan apakah tindakan ini benar secara budaya. Bahkan sampai turun kejalan untuk mengusir dan mempidanakan mbak flo.
Ya, secara budaya saya menilai hal ini tidak tepat. Mereka tidak mengambil sikap asah asih asuh, yang merupakan budaya leluhur masyarakat jogja. Mereka justru mengambil sikap membully mbak flo. Nah ini lah point yang penting. Apakah bully itu bagian dari budaya masyarakat jogja yang istimewa ini? Kalau jawabannya iya, berarti keistimewaan masyarakat jogja tidak lulus cobaan dari Tuhan, dan perlu dipertanyakan. Kalau jawabannya tidak, ya semestinya memang bully bukan budaya dan kedewasaan sikap masyarakat jogja sudah mantap.
Selanjutnya inilah rencana Tuhan untuk menguji keistimewaan Jogja? Apakah jogja benar-benar istimewa? Atau cuma hanya sekedar label saja? Dan hikmah banyak terjadi pada kejadiannya mbak flo ini. Bagaimana seharusnya menyikapai dan seelegan atau seistimewa apa sikap kita yang ditunjukkan untuk menyikapi mbak flo? Ya, kita musti saling asah, asih, asuh. Pertama asah, mengasah pikir kita dahulu sebelum menentukan sikap yang kemudian asih, atau mengasih apa yang musti saya kasih untuk mbak flo? Baru yang terakhir adalah asuh, mengasuh atau membimbing mbak flo biar memahami nilai budaya luhur masyarakat jogja, bukan mbalah mecaci bahkan membully habis-habisan. Kalau masyarakat jogja lulus ujian ini berarti benar label bukan hanya sekedar label doang tetapi membuktikan memang benar masyarakat jogja itu cerdas, berbudaya dan Istimewa.

Jogja, gubuk tengah sawah
4 September 2014

Salam Asah Asih Asuh
Yogyakarta  Istimewa