"Adalah Gubuk reyot yang beratapkan tujuh lapis langit beralaskan tujuh lapis bumi; Adalah seorang pejalan, perlayan, dan perindu yang pendosa; I am a terrible person filled with bad characteristics; Adalah aku yang tiada, tanpa Aku; Adalah aku yang miskin, tanpa Aku; Adalah pembela Nabi Muhammad saw pecinta beliau saw dan merindukan perjumpaan dengan beliau saw "

Saturday 11 July 2009

Alnect computer Blog Contest

KELILING JOGJA NAIK VESPA


KELILING JOGJA NAIK VESPA
Kemarin siang, aku keliling jogja dengan vespa tercinta. Dari Sleman muter-muter UGM trus lewat ring road. Dalam perjalanan banyak sekali pelajaran yang aku dapatkan. Dan ini semua adalah rahmat dari Allah yang sepatutnya di syukuri. Karena Nya lah aku dapat jalan dan keliling kota Jogja dengan mengendari Vespa bututku. Dalam perjalana berangkat maupun pulang aku sering bepapasan dengan pengendar vespa yang lain. Dan suatu hal yang sangat mengesankan bagiku adalah ketika kami (read:pengendara Vespa) berpapasan, kami saling membunyikan klakson dan menyapa atau paling tidak saling senyum. Meskipun kami belum saling mengenal satu sama lain. Awalnya aku merasa heran mangapa setiap berpapasan dengan pengendara vespa lain aku selau disapa, melalui klaksaon atau senyuman. Tapi akhirnya aku sadar dan aku mulai bangga dengan mengendari Vespa buntutku.
Ada kedekatan emosional antar pengendara vespa, meskipun belum saling mengenal satu sama lain. Mungkin hal ini disebabkan karena kecintaan yang sama yaitu sama-sama suka dan memiliki kebanggan tersendiri dengan mengendarai vespa. Sehingga setiap kali kami berpapasan kami saling menyapa. Dan yang membuat saya kagum adalah hal ini tidak terjadi antar pengendara lain selain Vespa. Contohnya sama-sama pengendara motor Honda tetapi mereka tidak saling menyapa dan terkadang mereka saling acuh tak acuh dengan pengendara motor Honda yang lain.
Anda kalau tidak percaya buktikan saja. Keliling-kelilig Jogja naik Vespa dan nikmatilah bagaimana rasanya naik vespa. Uwih…Pasti seru dech..!!!!. dan ingat sebelum berangkat periksa dulu perlengkapan mengendara seperti helm, sim, stnk, uang,perlengkapan safety riding dan periksa Vespa memungkinkan atau tidak kalau digunakan dalam perjalan dan yang terpenting adalah keselamatan dalam mengendara. Kalau semua sudah siap dan jalan ddech…oo..ya.. jangan lupa membaca doa, agar kita diberi keselamatan dalam mengendara. Dalam perjalanan rasakan sensainya naik Vespa. Dijamin dech,…pasti seru dan amati setiap kita berpapasan dengan pengendara vespa yang lain. Selamat mencoba…!!!.
Lebih Baik Naik Vespa…!!!. Iya to…??.

Friday 10 July 2009

Badiuzzaman Said Nursi

“... Dengan kata lain, satu-satunya alat keselamatan dan pembebasan adalah keikhlasan. Ini adalah yang paling penting untuk mendapatkan keikhlasan. Perbuatan kecil yang dilakukan dengan keikhlasan adalah lebih baik daripada perbuatan besar yang dilakukan tanpa keikhlasan. Seseorang harus berpikir bahwa yang membuat ikhlas dalam perbuatannya adalah melakukannya dengan murni dan tulus karena perintah Allah, dan bahwa tujuan mereka adalah keridhaan Allah....”

“Keikhlasan ada di mana pun. Bahkan, sebuah catatan cinta menjadi mulia dengan keikhlasan, begitu juga dengan berton-ton cinta yang deminya balasan diharapkan. Seseorang mendeskripsikan cinta yang tulus ini sebagai berikut. ‘Saya tidak menginginkan sogokan, jasa, atau balasan untuk cinta, karena cinta yang meminta balasan adalah lemah dan pendek usianya.”

saya sudah berusaha mendapatkan keridhaan Allah, apa ruginya jika saya mengharapkan keuntungan pribadi juga?”, “Saya akan mendapatkan keridhaan Allah dan kehormatan di masyrakat,” “Saya akan melakukan perbuatan yang baik, tetapi saya harus mendapatkan balasan,” atau “Saya akan berkorban, tetapi saya harap segalanya akan kembali kepada saya,”

“Dunia ini diciptakan untuk penghambaan, bukan untuk menerima upah. Pemberian upah, buah, dan cahaya amal saleh ada di hari kemudian. Membawa buah abadi tersebut ke dunia ini dan berharap untuk mendapatkannya di sini berarti membuat hari kemudian bergantung pada kehidupan dunia. Jadi, keikhlasan dari amal saleh tersebut menjadi kerugian dan cahayanya terpadamkan. Buah tersebut tidak diinginkan dan tidak diharapkan. Apa pun yang diberikan, manusia harus bersyukur kepada Allah dengan berpikir bahwa semua itu diberikan sebagai dorongan.”

“Banyak orang dapat menjadi kandidat untuk posisi yang sama; banyak tangan dapat mencoret setiap balasan moral dan material yang ditawarkan. Karenanya, konflik dan perseteruan muncul; kerukunan berubah menjadi perselisihan; dan kesepakatan menjadi percekcokan. Kini, obat bagi penyakit yang mengerikan ini adalah keikhlasan. Keikhlasan bisa didapatkan dengan memilih untuk menyembah Allah daripada menyembah jiwa seseorang, dengan sebab keridhaan Allah untuk menaklukkan jiwa dan ego, dan dengan demikian memanifestasikan arti ayat, ‘Upahku hanyalah dari Allah,’ (Hud [11]: 29) dengan melepaskan balasan moral dan material dari manusia, dan memanifestasikan arti dari ayat, ‘Kewajiban rasul tidak lain hanyalah menyampaikan;’ (al-Maa’idah [5]: 99) dan dengan mengetahui hal tersebut sebagai penerimaan yang baik, dan membuat kesan yang menyenangkan, dan mendapatkan perhatian manusia adalah urusan Allah dan pertolongan dari-Nya, dan bahwa mereka tidak berperan dalam membawa risalah yang menjadi tugas setiap orang itu. Mereka juga tidak merasa penting dan tidak juga seseorang dituntut untuk memperolehnya. Dengan memahami semua itu, seseorang akan berhasil dalam mendapatkan keikhlasan. Jika tidak, semua itu akan sirna.”

“Engkau harus mencari keridhaan Ilahiah dalam setiap tindakan. Jika Allah Yang Mahakuasa merasa ridha, tidak ada pentingnya seluruh dunia ini disenangkan. Jika Allah menerima sebuah perbuatan dan manusia menolak, tak ada pengaruh baginya. Sekali keridhaan Allah diraih dan Dia menerima perbuatan kita—bahkan tanpa kita minta kepada-Nya—Allah dan kebijaksanaan-Nya akan menginginkannya. Allah akan membuat orang lain juga menerimanya. Ia akan membuat mereka ridha terhadap perbuatan tersebut. Karena itulah, tujuan satu-satunya dalam penghambaan ini adalah untuk mencari keridhaan Tuhan.”

Badiuzzaman Said Nursi